Kamis, 22 Oktober 2009

Niat...?

Memilih…


Manusia wajib berusaha.. Tuhan jualah yang menentukan.
Niat yang terbaca,… pada hakekatnya adalah getaran hati yang terasa begitu lembut dan hampir seluruh indrawi setuju, iklas dan ridho… di sana berbunyi sejuk, disana nun jauh didasar lubuk tersirat samar, nyaring terdenar ikrar diri…
Tidak hanyut, tidak luluh, tidak ada kecuali hanya iya… dalam aluan selaras sukma berdesir… sepadan lepasnya sang anak panah dari gandewa… Sang Gandewa turun dengan lembut penuh keyakinan ”Telah kulepaskan anak panahku, telah ku hantarkan kehendakku.. Tak akan kembali sebelum mengenai tujuanku.” Berdesing halus tak berbekas, senyaring sepatah do’a “Lakhaula walakhauwata ilabillah…”


Kekuatan niat sebanding lurus dengan keiklasan. Keiklasan niat sebanding lurus dengan ketulusan hati. Ketulusan hati sebanding lurus dengan kejernihan pikiran. Kejernihan pikiran ditertukan pada ketidak berpihakan diri terhadap apapun yang terasa oleh indrawi. Inikah yang diwajibkan kepada manusia? Sebuah proses ke-dasar niat. Ibadah pada hakekatnya tergantun pada niatnya. Tidak aku ciptakan Jin dan manusia kecuali untuk menyembah-KU.


Ketetapan hati akan di ukur oleh seberapa besar manusia bisa bertahan dengan berbagai rasa, ketetapan rasa akan terukur oleh seberapa kuat manusia biasa meletakkan gejolak keinginan indrawinya. Pergesekan, perhelatan dan pertempuran akan semakin hebat dikala memasuki wilayah terlarang bagi semua kehendak yang tidak baik, yaitu hati. Baitul Mukharam! Tempat yang disucikan, sekaligus tempat terlarang bagi kehendak diluar hakekatiyah Ketuhanan.
Ketentuan Tuhan baik adanya. Hanya langkah perjalanan ini telah sampai kepada-Nya..? atau masih bergulat untuk meluruskan anak panah yang telah dibentangkan. Berubah pikiran tentunya akan merubah rasa, berubahnya rasa tentunya akan menggetarkan lajunya tujuan, yang pada akhirnya antara niat dan tujuan entah kemana…


Kearifan akan terbaca dimana kelatifahan Tuhan memberikan tanda kepada diri. Apa yang terjadi didepanku itulah nyatanya kehendah-Nya, apa yang tersirat didalam rasaku itulah nyatanya diriku atas kehendak-Nya.
Tanpa Sidik sulit menentukan gerak irama hidup.



Klampis Ireng,

Kamis, 01 Oktober 2009

SALAM

Seruling sunda memanggil jiwa… mengalun selaras rasa…

Bercerita kepada semesta… mari menenangkan rasa.. mari bergandengan tangan.. mari tersenyum …


Jejer hidup tergelar dialam semesta.. tersusun diantara yang berfifat maupun tak bersifat, yang bercahaya maupun yang tidak bercahaya yang terangkum dalam sifat Yang Maha Kuasa.

Ketika duduk dalam rasaku, kulafatkan syhadat penyatuan jiwa dan raga…tersaksikan jemari penunjuk rasa tunggal. Bersimpuh diantara kelegowoan rasa dan tegaknya jiwa… kulafatkan akhiru kalam dengan SALAM… menyatukan diri bersama-Mu.

Solatku … Ibadahku, Hidupku dan Matiku, Hanya dalam hakekat cahaya-Mu. Asalamualikum wahai engaku yang ada di sebelah kiriku, Assalamualaikum wahai engkau yang ada di sebelah kananku. Engkau semua wahai mahluk yang berfifat, yang tak bersifat, yang sedang Benar maupun dalam kesalahan, yang baik maupun yang buruk, yang dirahmati maupun yang dilaknat, yang terbangun maupun yang sedang tertidur…. Salamku untuk mu semua .. semoga engkau dalam rahmat Yang Maha Latifah….

Hening menggema melantunkan sahadat sejauh rasa terurai menukik dan menghujam jiwa. Amal ibadah telah tercatat diantara hangatnya keyakinan, semilirnya angin, sejuknya embun … suburnya tanah…
Sang Khalik memancar terang benderang.. mewarnai seluruh alam jiwa dan raga…

Wahai jiwa yang tenang…
Kembalilah kepada tuhan-Mu yang telah menciptakan-Mu…
Menyatulah dalam naungan cahaya kemuliaan…
Alam semesta menghantarmu … Ridho dan diridhoi..

SALAM.