Memilih…
Manusia wajib berusaha.. Tuhan jualah yang menentukan.
Niat yang terbaca,… pada hakekatnya adalah getaran hati yang terasa begitu lembut dan hampir seluruh indrawi setuju, iklas dan ridho… di sana berbunyi sejuk, disana nun jauh didasar lubuk tersirat samar, nyaring terdenar ikrar diri…
Tidak hanyut, tidak luluh, tidak ada kecuali hanya iya… dalam aluan selaras sukma berdesir… sepadan lepasnya sang anak panah dari gandewa… Sang Gandewa turun dengan lembut penuh keyakinan ”Telah kulepaskan anak panahku, telah ku hantarkan kehendakku.. Tak akan kembali sebelum mengenai tujuanku.” Berdesing halus tak berbekas, senyaring sepatah do’a “Lakhaula walakhauwata ilabillah…”
Kekuatan niat sebanding lurus dengan keiklasan. Keiklasan niat sebanding lurus dengan ketulusan hati. Ketulusan hati sebanding lurus dengan kejernihan pikiran. Kejernihan pikiran ditertukan pada ketidak berpihakan diri terhadap apapun yang terasa oleh indrawi. Inikah yang diwajibkan kepada manusia? Sebuah proses ke-dasar niat. Ibadah pada hakekatnya tergantun pada niatnya. Tidak aku ciptakan Jin dan manusia kecuali untuk menyembah-KU.
Ketetapan hati akan di ukur oleh seberapa besar manusia bisa bertahan dengan berbagai rasa, ketetapan rasa akan terukur oleh seberapa kuat manusia biasa meletakkan gejolak keinginan indrawinya. Pergesekan, perhelatan dan pertempuran akan semakin hebat dikala memasuki wilayah terlarang bagi semua kehendak yang tidak baik, yaitu hati. Baitul Mukharam! Tempat yang disucikan, sekaligus tempat terlarang bagi kehendak diluar hakekatiyah Ketuhanan.
Ketentuan Tuhan baik adanya. Hanya langkah perjalanan ini telah sampai kepada-Nya..? atau masih bergulat untuk meluruskan anak panah yang telah dibentangkan. Berubah pikiran tentunya akan merubah rasa, berubahnya rasa tentunya akan menggetarkan lajunya tujuan, yang pada akhirnya antara niat dan tujuan entah kemana…
Kearifan akan terbaca dimana kelatifahan Tuhan memberikan tanda kepada diri. Apa yang terjadi didepanku itulah nyatanya kehendah-Nya, apa yang tersirat didalam rasaku itulah nyatanya diriku atas kehendak-Nya.
Tanpa Sidik sulit menentukan gerak irama hidup.
Klampis Ireng,